Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional

Jalan Kecak, No. 12, Gatot Subroto Timur - Bali

Call:+62361426699

[email protected]

GLOBALISASI RESTORAN INDONESIA : TERSERTIFIKASI, TEPAT WAKTU DAN AKURAT

Selasa, 13 Desember 2016

Card image

DENPASAR.  Pemerintah menjadikan sektor pariwisata sebagai tujuan pariwisata dunia, dengan  target pada tahun 2019 dapat mendatangkan wisatawan mancanegara sejumlah 20 juta orang. Salah satu strategi yang dilaksanakan adalah Kementrian Pariwisata Republik Indonesia adalah membentuk Tim Percepatan Kuliner, dengan menetapkan strategi Gastro-Diplomacy.  Strategi ini adalah dengan membangun pariwisa Indonesia dengan mempromosikan salah satu makanan nasional.  Taglinenya adalah menjadikan “Pangan Nasional sebagai Lokomotif Kuliner Indonesia.”

Tim Percepatan Kuliner Indonesia dalam upayanya melaksanakan strategi di atas, bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional (STPBI) melaksanakan “Cooking Coaching Clinic-Globalisasi Restoran Indonesia.  Kegiatan yang dilaksanakan di Jalan Tari Kecak No.1 Gatot Subroto Denpasar didukung secara nasional dengan munculnya dukungan Bidang Wisata Kuliner dan Spa Kementrian Pariwisata, dan para wakil dari Universitas Pendidikan Indonesia, Akademi Gastronomi Indonesia, KADIN Bali, Kokita, Delmeat Prime Beef, Bali Chili . 

Anggia Quamella Hanovi dari Kementrian Pariwisata memaparkan saat ini indeks daya saing Pariwisata menurut Travel  and Tourism Competitiveness Report 2015 oleh World Economic Forum, Indonesia berada pada peringkat keempat (4) setelah Negara Singapura, Malaysia, dan Thailand. Tentunya langkah yang dilakukan oleh STPBI bersama stakeholder yang terdiri dari pemerintah, akademisi dan juga industri adalah tepat untuk melaksanakan cooking coaching clinic, yaitu melakukan uji olah makanan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu yaitu pertama  produknya harus otentik sebagai manifestasi dari kearifan lokal indonesia.  kedua mengandung filosofi yang tinggi; dan memiliki kekuatan “story telling” pada prosesnya.  adanya tiga indikator tersebut maka makanan   bisa dapat didaftarkan di UNESCO sebagai kekayaan tak benda milik indonesia.

Vita Datau Mesakh selaku Ketua Tim Percepatan Kuliner Indonesia memaparkan terdapat tiga (3 Fase) Gastro-Diplomacy yang terdiri dari yang dilakukan oleh tim khusus dari lintas sektoral (Kementrian Pariwisata,  Badan Ekonomi dan Kreatif, Kementrian Luar Negeri), yaitu membuat rencana kerja untuk pencapaian 100 restaurant di 10 negara, membuat 100  foodtrucks, dan membentuk tim kurasi. Fase I ( 2017 – 2018) adalah melakukan  60% rebranding restoran yang sudah eksis dan berada di luar negeri (berusia 5 tahun, berkomponen ambience Indonesia, berkapasitas minimum 40 kursi,  80% menu indonesia, berlokasi strategis, memiliki manajemen yang professional).  Khusus pada tahun 2018 dilakukan kurasi pada 40% café/bistro (berusia 5 tahun, memiliki  ambience indonesia, berkapasitas minimum 15 kursi,memiliki menu  80%, berlokasi strategis, dan memiliki manajemen professional). Fase kedua ( 2017 – 2019) dibuatfoodtrucks dengan branding wonderful Indonesia, promosi TVC, tersedianya bumbu instant, dan adanya pengembangan produk oleh Badan Ekonomi, dan Kreatif. Fase terakhir (2019 – 2024) adalah memiliki  500 restoran Indonesia di dunia dengan minimum 100 diantaranya telah tersertifikasi oleh Bekraf, Kementrian Perdagangan, Kementrian Luar Negeri, Kemenpar, Kementrian Pertanian, dan lainnya.

Tujuh Makanan Indonesia Siap Tembus Negara Norwegia

I Made Sudjana Ketua STPBI menyatakan sebagai komitmennya bagi pengembangan pariwisata Indonesia, maka  ia menyediakan sarana laboratorium kitchen yang berjumlah empat tersebut untuk mendukung pelaksanaan cooking coaching clinic.  Tidak tanggung-tanggung seluruh dosen Program Diploma III Manajemen Produksi Makanan terlibat dalam kegiatan tersebut.  Para dosen dan mahasiswa membuat  beragam makanan 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia (IKTI) yaitu makanan pembuka yaitu  Asinan, Kolak Pisang Ubi.  Makanan utama; Ayam Lengkuas, Ayam Panggang Bumbu Rujak, Asam Padeh, Laksa Bogor,  Nasi Kuning, Nasi Liwet Solo, Nasi Goreng Kampung, Rawon,  Sate Maranggi, Sate Lilit, Soto Ayam Lamongan, Sup Pindang Patin Palembang, Rendang Padang.  Sayuran yaitu Sayur Nangka, Orak Arik Buncis, Urab Sayuran, Gado-Gado.  Kudapan yaitu Sarikaya Kue Lumpur Lumpia Semarang,  Tahu Telur, Serabi, Nagasari, Klappertart.  Minuman yaitu Kunyit Asem, Bir Pletok. 

I Nengah Sampir Brand Manajer Bali dari Kokita juga menyiapkan 20 bumbu andalannya untuk mendukung acara ini.  Ia menyatakan bahwa selaku pelaku bisnis kuliner saat ini perusahaannya  sudah memiliki jaringan distribusi hingga ke negara-negara Eropa sehingga siap mendukung program pemerintah ke Mancanegara. Hasil uji coba makanan yang sudah ditetapkan sebagai platform IKTI yang sudah diolah tersebut di atas dinilai oleh para panelis.  Panelis tersebut adalah Bali Chilli Wok & Grill,  Liv Stundland wisatawan dari Norwegia, Instruktur senior dari Program Diploma III Manajemen Produksi Makanan STPBI,  Program Studi Manajemen Industri Katering UPI, Akademi Gastronomi Indonesia, Prime Beef Delmeat. 

Terdapat catatan penting yang disampaikan oleh Liv Vintland wisatawan Norwegia, dan juga John F. Sipayung owner Bali Chili Wok & Grill. Ia yang telah memiliki loyal konsumen  berjumlah 157, sudah teratur memesan dan menikmati makanan Lunpia Semarang produk unggulannya.  Mereka menyatakan bahwa khususnya di Kota Lyngdal, penduduknya tidak terbiasa mengkonsumsi menu yang terlalu pedas. Namun berdasarkan hasil uji coba, mereka  menilai dari rasa, penampilan, warna, kebersihan dan peralatan yang digunakan, makanan Indonesia yang dapat disajikan sesuai dengan selera bangsa Norwegia adalah tujuh (7) menu yaitu Lumpia Semarang, Sate Maranggi Purwakarta, Ayam Panggang Bumbu Rujak Yogyakarta, Ayam Goreng Lengkuas, Rendang Padang, Rawon, Klappertart.

John F. Sipayung berbagi pengalamannya selama 12 tahun mengelola bisnisnya di Kota Lyngdal Norwegia kepada seluruh stakeholder yang hadir.  Beberapa hal yang harus ditekankan bila ingin berinvestasi bisnis restoran di negara tersebut, yaitu pemerintah Indonesia bila ingin mengejar target pada tahun 2019 harus mendukung keberadaan restoran Indonesia di Mancanegara sebagai duta bangsa Indonesia.  Dukungan itu adalah adanya sertifikasi secara tertulis bukan saja bagi restoran yang berusia di atas lima (5) tahun namun juga para pelaku industri bisnis yang sudah eksis dengan loyal, dan repeaters konsumen. Selain itu juga penting sekali ketepatan waktu saat penyajian makanan karena penduduk di Norwegia tidak suka menunggu, lalu ketepatan pemesanan penting diingat dan diterapkan pelaku bisnis di Negara tersebut.  Bagaimana menurut anda sudah siapkah anda menembus bisnis kuliner di mancanegara dan juga mendatangkan wisatawan mancanegara untuk menikmati makanan unggulan kita?  Mari kita segera merapatkan gerakan para akademisi (konseptor), pelaku bisnis, komunitas (akselelator), pemerintah(regulator), media(katalisator) untuk mengembangkan pariwisata, khususnya kuliner Indonesia (Dewi Turgarini).